Facebook

Isnin, 10 Disember 2007

Kebahagiaan Sebenar

Menggapai Kebahagiaan Hakiki
Apakah kita termasuk orang yang bahagia?
Sebuah pertanyaan yang layak untuk dilontarkan kepada diri kita
masing-masing. Mungkin di antara kita saat ini ada yang memiliki
harta melimpah ruah, tetapi tidak merasa bahagia. Ada pula yang
memiliki populari dan jawatan yang tinggi, namun dia tidak merasa
bahagia. Ada juga di antara kita yang sangat terpandang di
masyarakat dan menjadi tokoh terkemuka, tetapi itu pun tidak
membuatnya bahagia. Ada juga yang mencuba melancong ke luar negeri
mengunjungi tempat-tempat yang menarik yang beraneka ragam namun
ternyata kebahagiaan itu tidak juga diperolehinya.
Kalau demikian, ternyata ukuran bahagia itu bukan ada pada banyaknya
harta, bukan ada di jabatan dan jawatan, bukan pula pada ketokohan
seseorang dan juga bukan dengan melancong. Lantas di manakah
kebahagiaan itu, dan bagaimana pula kita dapat merealisasikannya?
Kebahagiaan adalah keadaan jiwa ketika seseorang mampu melakukan
suatu perbuatan yang bernilai dan luhur. Ia merupakan kekuatan
batin yang memancarkan ketenangan dan kedamaian, merupakan kurnia
Allah swt. yang membuat jiwa lapang dan bergembira.
Bahagia adalah kejernihan hati, kebersihan perilaku dan keampuhan
rohani. Hal itu merupakan pemberian Allah swt. yang diberikan
kepada siapa saja yang melakukan perbuatan terpuji. Bahagia adalah
rasa redha yang mendalam dan sikap qana'ah. Ia bukan barang
dagangan yang boleh dibeli di pasar oleh orang sekaya apa pun,
tetapi merupakan dagangan Allah swt. yang dikurniakan kepada jiwa-
jiwa yang terpilih.
Kebahagiaan itu kelapangan jiwa, bahagia itu tatkala anda mampu
membuat senang hati orang lain, mengukir senyuman di wajah, dan
anda merasa lega tatkala dapat berbuat baik kepada sesama, merasa
nikmat ketika anda bersikap baik kepada mereka.
Kebahagiaan adalah membuang jauh segala fikiran negatif dan
mengisinya dengan fikiran yang positif. Ia merupakan sebuah
kekuatan yang mampu menghadapi berbagai tekanan dan sekaligus
mencari jalan penyelesaian bukan berdasarkan emosi. Kebahagian itu
ada pada ilmu yang bermanfaat dan amal yang salih, ada dalam
meninggalkan kebencian, kedengkian dan sikap tamak terhadap
kepemilikan orang lain.
Bahagia itu terdapat dalam dzikir kepada Allah subhanahu wata'ala,
syukur kepada-Nya dan memperbagus ibadah kepada-Nya. Dan
kebahagiaan hakiki adalah meraih surga dan terbebas dari api neraka.
Ungkapan tentang Kebahagiaan:
Orang yang berbahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari
orang lain dan orang yang celaka adalah orang yang dijadikan
pelajaran oleh orang lain.
Bahagia adalah jika anda senang untuk berbuat kebaikan, bukan
dengan berbuat apa saja yang anda senang.
Orang bahagia adalah orang yang mengambil pelajaran dari masa lalu
dan berhati-hati terhadap dirinya. Orang celaka adalah orang yang
mengumpulkan harta untuk orang lain dan bakhil untuk memberikan
kebaikan kepada dirinya sendiri.
Orang bahagia iaitu yang mahu mengambil faedah dari pengalaman masa
lalu, bersemangat pada hari ini dan optimis menyambut masa depan.
Kebahagiaan itu diraih dengan menjaga lisan.
Seseorang tidak akan meraih kebahagiaan kecuali jika dia hidup
merdeka, terbebas dari cengkaman syahwatnya serta mampu menahan hawa
nafsunya.
Kesungguhan anda dalam mencintai ketaatan, hati yang selalu anda
hadapkan ke hadirat Allah swt., dan kehadiran hati ketika sedang
beribadah merupakan indikasi cepatnya kebahagiaan.
Kebahagiaan itu tidak mampu dibeli dengan harta tetapi ia sering
dijual.
Tanda-tanda Kebahagiaan.
Kebahagiaan memiliki tanda-tanda, sebagaimana disebutkan oleh Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah. Beliau menyebutkan tiga perkara iaitu:
Jika mendapatkan nikmat, dia bersyukur.
Jika mendapatkan ujian, dia bersabar.
Jika berbuat dosa, dia beristighfar.
Langkah Menggapai Bahagia
Di antara langkah-langkah yang yang akan membawa kepada kebahagiaan
dan kejayaan adalah sebagai berikut:
1. Beriman Kepada Allah swt.
Tidak ada kebahagiaan tanpa iman kepada Allah swt., bahkan
kebahagiaan itu akan bertambah seiring dengan bertambahnya iman
seseorang kepada Allah swt. dan akan melemah bersamaan dengan
lemahnya iman kepada-Nya. Apabila iman semakin kuat, maka makin
besar pula kabahagiaan. Sebaliknya jika ia melemah, maka kegoncangan
dan fikiran negatif akan bertambah yang dapat membawa kepada
pahitnya kehidupandan
kebinasaan.
2. Beriman kepada Kekuasaan Allah swt.
Orang yang beriman bahawa Allah swt. itu Maha Kuasa tanpa batas,
maka dia tidak akan dirundung duka, tidak dibuat sedih oleh berbagai
masalah kerana dia mempunyai tempat bersandar yang kuat, ketika
sedang
ditimpa suatu ujian dan kesulitan.
3. Beriman dengan Ketetapan Allah swt.
Iman dengan qadha' dan qadar akan menyuburkan sikap redha dalam
hati, kelapangan jiwa dan ketenangan. Oleh karena itu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya seluruh
urusannya
adalah baik. Jika ditimpa kelapangan, maka dia bersyukur dan itu
adalah
baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan, maka dia bersabar dan itu
pun
baik baginya." (HR Muslim)
4. Berteladan kepada Orang yang Berjaya
Yang dimaksudkan di sini adalah orang yang telah memberikan
sumbangan yang besar dan luar biasa bagi umat manusia dan dia adalah
orang yang beriman kepada Allah swt. Yang pertama dan utama adalah
ikutan kita Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dengan
mengikuti jalannya, maka seseorang akan bahagia dan dengan
meninggalkan petunjuk dan sunnahnya, maka seseorang akan celaka.
5. Mengenali Kehidupan
Hidup pasti akan menghadapi masalah, mendapati kesusahan dan pasti
ada rintangan dan ujian. Semua ini merupakan ketetapan dari Allah
swt. terhadap manusia, supaya diketahui mana orang yang lebih baik
amalnya. Maka wajib bagi kita untuk mengenal karakteristik hidup ini
dan menerima sebagaimana wajarnya dan tidak menutup diri untuk
menghadapi ketentuan Allah dengan ketentuan lainnya, menghadapi
yang tidak kita senangi dengan sesuatu yang dapat menghilangkannya.
Mengetahui permasalahan ini bukan bererti pasrah dan putus asa,
tetapi bersikap sebaliknya.
6. Mengubah Kebiasaan Negatif Menjadi Positif
Doktor Ahmad Al-Bara' Al-Amiri mengatakan bahawa memulai kebiasaan
baru yang bersifat aqliyah (yang mampu difikirkan) itu tidak sukar,
diperlukan kira-kira 21 hari. Dalam hari-hari tersebut kita
berfikir, berbincang-bincang, lalu mengusahakan segala yang boleh
mendukung untuk terwujudnya kebiasaan baru itu, dan terakhir kita
menggambarkan dengan jelas dan sempurna bahawa diri kita telah
menjadi yang kita inginkan.
Jika kita telah berfikir bahawa kita telah menjadi yang baru
sebagaimana kita kehendaki, maka gambaran ini secara bertahap akan
menjadi sebuah realiti. Hal ini seperti diungkapkan bahawa "al hilm
bittahallum wal ilm bitta'allum" sikap lembut dicapai dengan selalu
berusaha lembut dan ilmu itu diraih dengan belajar. (Durus nafsiyah
linnajah wattafawwuq)
7. Tujuan Yang Mulia
Banyak orang yang celaka kerana dia tidak memiliki sasaran dan
tujuan yang dia usahakan agar memperoleh apa yang diinginkan. Atau
dia punya tujuan tetapi bukan sesuatu yang mulia dan tinggi
sehingga dia tidak merasa bahagia tatkala berusaha menggapainya.
Sedangkan tujuan yang mulia, maka akan menjadikan seseorang merasa
bahagia ketika sedang berusaha untuk mencapainya.
8. Ringankan Derita
Orang hidup pasti mengalami musibah dan derita, namun tak
selayaknya musibah itu disikapi sebagai akhir dari segalanya, dan
jangan beranggapan bahawa hanya dirinyalah yang menda-patkan ujian
hidup. Bahkan selayaknya dia memperingan musibah dan tidak terlalu
membesar-besarkannya.
9. Hal Remeh Jangan Dibuat Resah
Ada sebahagian orang yang merasa resah dan kalut dengan kejadian-
kejadian biasa dan lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Di antara
mereka ada yang begitu sedih dengan pecahnya piring atau gelas,
saluran air atau kabel yang putus, baju yang robek dan lain-lain
yang sebenarnya remehan saja.
10. Kebahagiaan Ada Pada Diri Anda
Jika kebahagia itu ada pada diri kita, maka mengapa harus jauh-jauh
mencarinya, kerana setiap manusia punya kekuatan dan potensi
bahagia, tetapi kebanyakan mereka tidak mahu melihatnya. Sebabnya
adalah karena dia tidak pernah memperhatikan diri sendiri, tetapi
sibuk melihat orang lain.
Kebahagiaan terkadang ada di depan mata, tetapi kita tidak
mengetahuinya, sehingga kita mencarinya lagi kepada yang lebih jauh
dan semakin jauh. (Khalif Muttaqin)
Tulisan ini diterjemahkan dari buku: Daliluka Ila As-Sa'adah An-
Nafsiyah

Tiada ulasan: